Wednesday, March 31, 2021

Ternate (part 2)

Tempat Wisata di Ternate (sambungan dari Posting 1)

Benteng Kalamata / Kayu Merah:

Benteng ini letaknya di selatan pulau Ternate, bisa dicapai dengan angkot jurusan bawah atau ojek.  Benteng peninggalan Portugis ini tampaknya sudah dipugar.  Tempat ini ideal untuk foto-foto. 

 
Benteng Kalamata   
 

Pantai Tobolulu:

Buku panduanku tidak menyebutkan pantai ini tapi ada sedikit informasi dari brosur Dinas Pariwisata. Letaknya di ujung utara pulau Ternate sebelum Pantai Sulamadaha.  Kami naik angkot luar kota dari terminal, biayanya Rp. 5.000.  Gambar yang ada di brosur tidak mirip dengan pantai yang kami temui. Itu juga karena bertanya-tanya kepada penumpang angkot. Setelah memasuki daerah Tobolulu ditunjukilah tempat masuk yang tampaknya hanya digunakan oleh para penduduk lokal. Didepannya ada Gereja GKI, jalan masuk tidak ada tanda yang resmi. Kami melewati beberapa rumah penduduk dan jalanan sempit menurun yang melewati sumur buatan. Tidak ada orang lain selain kami berdua siang itu. Aku kebelet kencing dan tidak ada WC umum. Terlihat ada semacam WC darurat terbuat dari kardus, dan kain. Sambil permisi, terpaksa kencing di pasir. Langsung tercium bau bunga melati, iihh.... serem. 

Pantai Tobolulu merupakan satu-satunya pantai yang berpasir putih di pulau Ternate. Yang lainnya berpasir hitam.  Pantainya indah tapi penuh dengan karang-karang kecil, sehingga tidak bisa untuk berenang. Menurutku ini pantai paling indah di Ternate. Must go and visit.

Pantai Tobolulu














 
 
 
 
Pantai Sulamadaha & Hol Sulamadaha: 

Pantai Sulamadaha letaknya di ujung utara pulau Ternate. Dari pantai ini terlihat pulau Hiri. Bisa naik angkot luar kota kesana. Biaya masuk lokasi Rp. 1.000/orang. Pantainya sendiri tidak begitu berkesan, tapi konon sangat populer di kalangan orang Ternate, terutama di hari Sabtu dan Minggu. Kami sengaja datang di hari biasa untuk menghindari keramaian, tetapi tetap ada rombongan dari sekolah yang sedang melakukan acara outing dan perlombaan disana. 

Kami menyelusuri pantai ini untuk menuju tempat yang kami angan-angankan, yang menjadi sebab utama perjalanan ini: Hol Sulamadaha.  Jalanan menuju kesana cukup memeras keringat karena banyak tanjakan dan turunan. Bisa naik ojek sampai kesana.  Banyak tenda-tenda warung makan mulai dari Pantai sampai ke Hol Sulamadaha. Pantai ini juga satu-satunya pantai yang menyediakan banyak tong sampah di sepanjang pantainya, tapi sayangnya sampah-sampah masih banyak yang dibuang sembarangan. Pe-er untuk Dinas Pariwisata nih untuk sosialisasi ke pemilik warung dan pengunjung.

Akhirnya setelah memanjat jalan setapak yang cukup terjal, sampailah kami di Hol Sulamadaha. Yang disebut Hol sesungguhnya adalah sebuah teluk kecil di ujung kiri Pantai Sulamadaha. Airnya hijau-biru dan bening sekali (karena itu juga asin sekali airnya). Ada beberapa perahu tradisional dan perahu bermesin yang parkir disana, tapi karena kami datang pada hari Kamis siang, tempat ini praktis hanya dinikmati oleh sepasang kekasih yang sedang bercengkraman di air, ibu warung dan anaknya dan kami.  Sayangnya kami tidak bawa alat snorkeling. Memang sempat bertanya ke salah satu operator diving dan snorkeling di kota, katanya lebih baik bawa mengingat hari sabtu dan minggu ramai bananaboat disana. Tetapi ternyata kalau hari biasa, bisa kok yang amatiran seperti kami untuk bersnorkeling dengan aman. Teluknya tidak dalam, airnya sangat jernih, ada tangga dari warung untuk turun secara aman ke air. Jadilah kami cukup berpuas diri dengan foto-foto, duduk di tangga sambil memberikan biskuit cracker ke gerombolan ikan-ikan kecil yang berwarna-warni.

Kami juga mencoba pisang goreng bumbu sambal. Menurut si pemilik warung, pisang yang digunakan adalah hasil panen dari pulau Halmahera, warnanya hijau, bentuknya seukuran pisang raja tetapi runcing di ujungnya. Yang disebut pisang goreng sesungguhnya pisang yang di iris tipis-tipis lalu digoreng sehingga garing seperti kripik, lalu dicocol dengan sambal pedas. Yum.


Pantai Sulamadaha
Hol Sulamadaha 




















 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Danau Tolire Besar dan Danau Tolire Kecil:

Danau ini letaknya dibawah Pantai Sulamadaha (ke arah barat). Bisa dengan angkot dan ojek, tapi tidak ada angkot yang terus menurun ke selatan pulau menuju kota. Angkot hanya berhenti sampai desa di dekat Danau Tolire lalu putar balik ke arah utara sebelum turun ke kota lewat jalur timur.  Tidak dipungut biaya masuk.

Tempat wisata ini agak mengecewakan karena memang tidak banyak yang bisa dilakukan selain datang, foto-foto dari atas lalu pulang. Danau Tolire Besar konon warnanya hijau dan dipercaya oleh penduduk setempat merupakan tempat keramat dan tempat hidupnya buaya putih. Pada saat kami kesana, air danau tampak coklat dari kejauhan. Kalau mau turun ke danau, harus menggunakan operator tur khusus karena posisinya yang curam dan penuh dengan pohon besar. Danau Tolire Kecil letaknya di pinggir laut dan sepintas tampak seperti tambak saja. 

Danau Tolire Besar


Saturday, April 13, 2013

Ternate (part 1)

Semuanya dimulai dari sebuah gambar yang diposting oleh temanku di fb. Gambar sebuah perahu tradisional di atas laut yang begitu bening sehingga batu-batuan di dasarnya bisa dilihat dengan kasat mata. 

 
Selain nama Pantai Sulamadaha, Ternate, tidak banyak yang kuketahui tentang pulau tersebut. Kesannya jauh. Dari pelajaran geografi waktu sekolah dulu, hanya ingat adanya di kepulauan Maluku, tapi tidak paham berapa jauh dari kota Ambon.

Transportasi Udara Menuju Ternate:

Setelah cari-cari, akhirnya kutemukan teman yang juga berminat kesana. Klop deh. Mulailah kami berburu tiket murah.  Ternyata ada penerbangan langsung dari Jakarta ke Ternate melalui maskapai penerbangan Sriwijaya. Harganya memang tidak murah. Kami siasati dengan terbang dulu ke Makassar dengan tiket promo dari Air Asia (sekitar Rp. 350rb per orang dari Jkt-Mks). Dari Makassar ke Ternate naik Sriwijaya Air sekitar Rp 700rb, pulangnya naik maskapai yang sama tapi transit dulu di Manado & Surabaya dengan biaya Rp. 900rb.


Referensi:

Selain browsing internet, referensi yang cukup membantu dalam riset kami adalah buku berjudul "15 Destinasi Wisata Terbaik di Indonesia" karangan Barry Kusuma, walaupun fokus bukunya lebih ke fotografi.  Sumber di internet yang sangat membantu adalah http://www.east-indonesia.info/further/about-me-contact.html

 TERNATE:

Babullah Airport, Ternate

Transportasi dari Airport:

Kami tiba di bandara Babullah, Ternate sekitar jam 8.00 pagi. Cukup lama menunggu bagasi. Tidak lama setelah kedatangan pesawat Sriwijaya, pesawat Xpressair juga turun. Hanya ada satu conveyer untuk bagasi, jadilah semua bagasi dari kedua pesawat campur aduk.

Tidak ada taksi resmi untuk bandara. Yang ada taksi pribadi, umumnya menggunakan mobil Avanza, yang meminta biaya Rp. 50.000/ orang. Itupun harus tunggu sampai isi mobil penuh. Kami terus berjalan menuju ke tempat parkir, disana sudah menunggu tukang ojek. Setelah tawar-menawar kami sepakat dengan harga Rp. 25.000/orang.  Setelah sampai di tempat penginapan, kami tidak tega juga. Akhirnya abang ojek dibayar Rp. 30rb. Sebenarnya keluar dari pintu bandara, kira-kira jarak 300m ada angkot yang ngetem di depan salah satu kampus lokal. Cukup bayar Rp. 3.000 sampai ke terminal.

Belakangan kami belajar bahwa tarif ojek ke bandara seharusnya berkisar Rp. 20rb tergantung dari mana bertolaknya. Bandara Babullah letaknya di bagian utara dari pulau Ternate, penginapan kami letaknya di bagian selatan. Kalau menginap di bagian timur, biaya ojek ke bandara bisa lebih murah lagi.

Transportasi Di Dalam/ Di Luar Kota:

Tidak ada taksi yang berlalu lalang di jalanan. Tapi ada taksi Bela yang beroperasi di Hotel Bela International. Warnanya putih, tapi kondisinya tampak lusuh dan tua. Taksi Bela memasang tarif Rp. 100rb/orang untuk tujuan ke bandara.

Untuk tujuan di seputar kota Ternate, ada angkot biru yang melayani jalur-jalur tertentu. Penginapan kami termasuk rute 'bawah', kalau mau ke Utara, kami harus masuk ke terminal dulu. Biaya angkot per orang  Rp. 3.000. Ada juga angkot untuk jurusan di luar kota, biayanya Rp. 5.000/orang.   Sebenarnya rute angkot cukup fleksibel. Calon penumpang biasanya tanya dulu ke supir apakah bisa melewati tujuan mereka, terkadang ada juga yang ditolak bila ternyata tidak sejalan. Angkot dalam kota umumnya warna biru, tidak ada nomor atau kode di atasnya, tetapi tempat duduknya sudah dimodifikasi dengan kursi menghadap ke depan (bagian belakang hanya muat 8 orang). Sedangkan angkot luar kota ada tulisan jurusan di kaca depan dan tempat duduk menyamping seperti angkot di Jakarta (6 dikanan, 4 di kiri). Dari pengalaman kami, bisa naik angkot luar kota sampai ke Pantai Sulamadaha dan Danau Tolire yang letaknya di ujung Utara pulau Ternate, tapi tidak ada yang turun ke bawah (selatan) dari Danau Tolire.

Ojek motor adalah pilihan transportasi yang lain. Jarak dekat sampai sedang biayanya sekitar Rp. 5.000. Umumnya melihat kami orang dari luar pulau, tukang ojek cendrung memasang harga 2-3x lipat lebih mahal, tapi boleh ditawar. Cara mengenali tukang ojek: Yang membunyikan klakson setiap melihat calon penumpang dan katanya yang memakai helm tertutup. Jadi lihat-lihat dulu, jangan semua yang memakai kendaraaan beroda dua dipanggil. ;-)

Kami kemalaman di Pantai Kastela dan tidak ada angkot yang lewat lagi. Mencari 2 ojek juga susah, akhirnya kami nekat naik satu ojek tandem bertiga sampai dekat kota. Dari Pantai Kastela ke Mal biayanya Rp.. 15.000, tapi karna bertiga, ditambah jadi Rp. 20rb. Hi..hi..hi... padahal jauh banget.

Penginapan:

Ada beberapa kelas penginapan di Ternate. Yang papan atas tentunya Bela International Hotel. Kami sebenarnya memilih Puri Azzali seperti rekomendasi Lonely Planet, tapi harga di musim low-season seperti waktu kedatangan kamipun (akhir Maret 2013) harganya masih diatas Rp. 350rb. Akhirnya kami memilih Losmen Pelangi. Letaknya ternyata tidak jauh dari Bela Hotel, lokasinya agak diatas bukit sehingga pemandangannya cukup bagus.  Losmen Pelangi berlokasi di Jl. Jati Selatan 338, sama dengan Hotel Bukit Pelangi. Kalau menyebut Losmen Pelangi, umumnya orang tidak tahu, tapi nama Bukit Pelangi cukup populer.

Losmen Pelangi, Ternate

Harga kamar Losmen mulai dari Rp. 250rb untuk standard doublebed. Kami memilih yang twin-bed, harganya Rp. 275rb.  Pada minggu kedatangan kami, hotel dan losmen dalam proses renovasi besar-besaran. Sayangnya hanya bagian luar yang dirapikan. Kamar kami walaupun lantai dan kamar mandinya tampak putih, flush toilet tidak berfungsi, eternit kamar ada yang berlubang dan banyak nyamuk. Staf losmen cukup ramah, tapi tidak banyak membantu untuk petunjuk ke objek wisata. Makan paginya menarik; komplit nasi dengan lauk pauk ikan dan sayur.  Laundry tidak ada, walaupun bisa minta tolong staf untuk mencucikan baju kotor. Harga per potong luar biasa mahalnya; dalaman - Rp 5.000, kaos/celana panjang - Rp. 7.500.

Tujuan Wisata:

Umumnya turis datang ke Ternate & Tidore karena keindahan pantainya, namun sebenarnya tempat ini menawarkan lebih dari itu. Selama 4 hari disana, kami mencoba tempat-tempat sebagai berikut:

Kantor Dinas Pariwisata, Ternate:

Bagi yang ingin berpetualang sendiri, kantor ini harus jadi pilihan nomor satu. Inilah kesalahan kami, karena sempat kami habiskan waktu seharian tanpa menggunakan peta. Baru pada hari ke-3 kami berhasil menemukan letak kantor ini yang terletak di dalam kompleks Benteng Orange.  Disini kita bertemu dengan petugas kepariwisataan yang cukup ramah,  Selain informasi lisan, kami diberikan brosur tempat wisata di Ternate, plus selembar peta Pulau Ternate yang walaupun dicetak berwarna, tapi detilnya terlalu rapat sehingga tidak banyak gunanya. Yang lebih membantu justru peta besar yang dipasang didalam kantor tsb. Kantor ini terletak di dalam Benteng Orange. Bisa naik angkot dari terminal, langsung sampai di depan benteng.


Kantor Dinas Pariwisata, Ternate




Keraton Kesultanan Ternate (Keraton Besar):

Letaknya yang strategis di tengah kota mudah dicapai dengan angkot. Kami naik dari terminal dan langsung diantar sampai pintu gerbang keraton yang terletak di samping gedung RRI. Tidak dipungut biaya, tetapi harus lapor dan menggunakan jasa guide. Kami cukup terpukau dengan isi keraton yang tampak dipelihara dengan baik. Sultan dan keluarganya masih tinggal di keraton ini. Ada abdi dalam yang berpakaian seperti pelayan di film-film Hollywood lama tentang pelayan di istana India. Penjelasan dari guide lokal cukup baik. Yang membuat miris adalah fakta bahwa Sultan yang sudah berusia 72 tahun punya istri 4 dan setiap kali ganti istri, gelar permaisuri juga dilimpahkan kepada istri yang lebih muda.  Permaisuri yang terakhir adalah seorang putri Solo yang pada saat kedatangan kami juga ikut dalam pencalonan gubernur Maluku Utara.

Keraton Kesultanan Ternate



Pantai Dodoku:

Pantai ini letaknya di seberang Keraton, tinggal jalan kaki. Waktu kami kesana sekitar jam 11.00 WIT ada beberapa anak remaja yang sedang beristirahat di dermaga pantai tersebut. Pada saat air surut terlihat banyak sampah disekitarnya. Pasirnya yang hitam semakin menambah kesan muram, tapi dari dermaga bisa melihat Gunung Gamalama secara lebih dekat. Kami kembali lagi kesana pada malam hari dari dengan air pasang, sampah ikut hilang, terbawa arus ke laut.

Dermaga Pantai Dodoku




Benteng Tolukko: 

Benteng peninggalan Portugis ini bisa dicapai dengan angkot arah utara atau ojek. Uang masuk Rp. 5.000/orang, lapor dulu ke penjaga didepannya. Benteng ini cukup bagus untuk foto-foto. Dari benteng ini bisa mendapat pemandangan Gunung Gamalama secara cukup dekat.

Benteng Tolukko